Jumat, 07 Oktober 2016

Jurnal UTS Pemetaan Sumberdaya Kelautan



EISSN : E1I014026
Jurnal Kelautan Vol. 1 No. 1 : 1 - 5

 SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ILMU PEMETAAN
Oleh :
Dianty Siallagan1)*) dan Yar Johan1)
1)Prodi Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian UNIB

Abstrak
Teknologi pemetaan berkembang makin pesat pada akhir abad ke-20 ini. Perkembangan tersebut terutama berupa makin berperannya teknologi elektronika dan informatika. Teknologi pemetaan mutakhir telah menunjukkan berbagai kelebihan dibanding teknologi konvensional. Pemetaan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh mempunyai kemampuan untuk mengindentifikasi serta melakukan monitoring terhadap perubahan sumberdaya alam dan lingkungan wilayah pesisir dan laut. Seiring berkembangnya zaman, peta semakin lama semakin canggih sebagai suatu media komunikasi. Perkembangan ilmu pemetaan diiringi dengan perkembangan SIG dan Penginderaan Jauh (PJ) sebagai patner yang digunakan dalam pembuatan peta. Pemetaan semakin mudah dibuat dengan bantuan teknik penginderaan jauh (remote sensing), yakni teknologi yang mampu melakukan pemantauan dan identifikasi segala macam hal yang ada di permukaan bumi melalui citra satelit maupun foto udara yang diolah dengan menggunakan fasilitas Sistem Informasi Geografis (SIG).
Kata kunci : Penginderaan jauh, kartografi, pemetaan, sejarah, perkembangan pemetaan.

Pendahuluan
Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh, yang mempunyai kemampuan untuk mengindentifikasi serta melakukan monitoring terhadap perubahan sumberdaya alam dan lingkungan wilayah pesisir dan laut (Lillesand dan Kiefer, 1979).
Kartografi adalah seni, ilmu dan teknik membuat peta; melibatkan geodesi, fotogrametri, kompilasi dan reproduksi peta. Pemetaan adalah ilmu yang mempelajari kerupaan atau penampakan muka bumi dengan menggunakan alat (tools) dan menghasilkan informasi secara tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Peta merupakan penyajian grafis dalam bentuk spasial dan hubungannya dengan kenampakan permukaan bumi. Peta adalah representasi visual kenampakan permukaan bumi pada bidang datar melalui sistem proyeksi dalam skala tertentu. Peta dibuat sebagai wahana bagi penyimpanan dan penyajian data kondisi lingkungan. Menurut BAKOSURTANAL (2005), peta merupakan sumber informasi bagi para perencana dan pengambilan keputusan pada tahapan dan tingkatan pembangunan.
Sebagaimana teknologi di bidang lainnya, teknologi pemetaan berkembang semakin pesat pada penghujung abad ke-20 ini. Pesatnya perkembangan teknologi pemetaan terutama pada peralatan yang digunakan. Perkembangan peralatan ini tentu saja diikuti oleh perkembangan metode, walaupun prinsip-prinsip dasarnya masih sarna. Kecenderungan umum yang tampak pada perkembangan teknologi pemetaan adalah bergesernya peralatan mekanis dan optis ke peralatan elektronis. Sedangkan pemakaiannya pun bergeser dari manual ke otomatis. Perkembangan ini didukung oleh makin besarnya peranan teknologi elektronika dan informatika pada pemetaan, mulai dari pengumpulan data pengolahan, hingga penyajian data dan penyimpanannya. Perkembangan yang lain adalah semakin sedikitnya porsi pekerjaan yang berupa pengamatan langsung di lapangan. Pekerjaan lapangan atau pengukuran terestris sedikit demi sedikit digantikan oleh pengamatan data yang direkam dengan tanpa menyentuh objeknya atau sering disebut teknologi penginderaan jauh (remote sensing). Termasuk di dalamnya adalah pemotretan dari stasiun di atas tanah atau fotogrametri terestris, pemotretan dari pesawat terbang atau fotogrametri udara dan penginderaan dengan satelit (Rochmadi, 1993).

Sejarah Pemetaan di Dunia
Pemetaan (kartografi) merupakan ilmu dan seni dalam pembuatan peta. Peta pertama kali dibuat oleh bangsa Babilonia. Pada mulanya, peta tersebut digambarkan dari batu atau tanah liat berukuran kecil sekitar 2300 SM, yang berguna sebagai petunjuk arah. Ilmu pemetaan mengalami kemajuan. Ilmu pemetaan di zaman Yunani Kuno sangat maju pesat. Melalui konsep dari Aristoteles bahwa bumi berbentuk bola bundar telah dikenal oleh para ahli filsafat (sekitar 350 SM) dan mendapat kesepakatan dari semua ahli bumi.
Pemetaan di Yunani dan Roma mencapai kejayaannya oleh Ptolemaeus (Ptolemy, sekitar 85 – 165 M). Peta dunia yang dihasilkannya menggambarkan dunia lama dengan pembagian Garis Lintang (Latitude) sekitar 60° Lintang Utara (N) sampai dengan 30° Lintang Selatan (S). Dia menulis sebuah karya besar Guide to Geography (Geographike Hyphygesis). Dengan meninggalkan karangan yang dijadikan sebagai acuan ilmu Geografi yang mendunia sejak zaman kebangkitannya (Webster et al, 1998).
Kartografi adalah seni dan ilmu pembuatan peta. Peta tertua yang diawetkan pada tablet tanah liat Babilonia dari sekitar 2300 SM, kartografi sudah cukup maju di Yunani Kuno. Konsep Bumi bulat itu terkenal di kalangan filsuf Yunani pada saat Aristoteles (sekitar tahun 350 SM) dan telah diterima oleh semua geografer. Di Eropa, periode Renaissance telah membawa banyak perubahan signifikan yang sangat berpengaruh terhadap pemetaan, diantaranya: penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenbergpada tahun 1440, penjelajahan dan penemuan Amerika dan hubungannya dengan Asia mengakibatkan kepentingan lebih besar untuk melakukan migrasi, pertumbuhan rumah penerbitan dan percetakan yang menghasilkan peta dapat diakses semua orang dan pertumbuhan pendidikan untuk umum (Budiman, 1989).

Pemetaan di Indonesia
Kegiatan survei dan pemetaan setelah kemerdekaan Indonesia dilaksanakan atas dasar Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1951 tentang Pembentukan Dewan dan Direktorium Pengukuran dan Penggambaran Peta. Selanjutnya, kegiatan survei dan pemetaan dipertegas lagi dengan Keputusan Presiden Nomor 263 tanggal 7 September 1965 tentang Pembentukan Dewan Survei dan Pemetaan Nasional (Desurtanal) serta Komando Survei dan Pemetaan Nasional (Kosurtanal) sebagai pelaksana. Dalam pembagian tugas Desurtanal tercantum kaitan antara pemetaan dengan inventerisasi sumber-sumber alam dalam rangka menunjang pembangunan nasional. Lingkup tugas Kosurtanal tidak hanya bersifat koordinasi terhadap kegiatan departemen-departemen yang memerlukan peta, tetapi juga mencakup fungsi pengelolaan bagi pemetaan.
Data sejarah mencatat kegiatan survei dan pemetaan di negeri kepulauan ini dilakukan sejak delapan abad lalu. Peta paling awal justru dibuat oleh bangsa Nusantara sendiri. Menurut tulisan C.J. Zandvliet dari Belanda dalam Jurnal Holland Horizon tahun 1994, peta administratif pernah dibuat pada masa Raden Wijaya memerintah Kerajaan Majapahit. Peta itu diserahkan kepada tentara Yuan yang menaklukkan kerajaan tersebut pada tahun 1292. Dari waktu ke waktu survei dan pemetaan mengalami kemajuan sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam pengembangan teknologi survei dan pemetaan di Nusantara ini peran penting bangsa kolonial Belanda yang menjajah selam 3,5 abad memang tidak dapat dipungkiri. Namun pasca kemerdekaan bangsa Indonesia, terutama sejak dibentuknya Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) mulai mengambil peran dalam melakukan survei dan pemetaan serta menghasilkan berbagai jenis peta dan atlas untuk beragam keperluan. Pada 17 Oktober 2009, BAKOSURTANAL melacak jejak sejarah pengembangan survei dan pemetaan di Nusantara dengan melihatnya dari berbagai aspek, mulai dari pembentukan organisasi, SDM, dan teknologi yang digunakan.
Selama empat dasawarsa terakhir kegiatan survei dan pemetaan yang dilakukan BAKOSURTANAL sangat ditunjang oleh perkembangan Iptek di bidang informasi geospasial (survei dan pemetaan) yang sangat pesat, mulai dari pengumpulan, pengolahan hingga penyajian data spasial, baik cetak maupun digital. Selama empat dasawarsa, terjadi kemajuan pemetaan di bidang informasi geospasial untuk penataan ruang, pemetaan perbatasan, kehutanan, dan pertambangan. BAKOSURTANAL berperan dalam menyediakan informasi geospasial untuk pengelolaan bencana alam dan penegasan batas wilayah antar mereka.

Perkembangan Saat Ini
Peta terus berkembang pada abad 17, 18 dan 19 secara lebih akurat dan nyata dengan menggunakan metode-metode yang ilmiah. Banyak negara melakukan pemetaan sebagai program nasional. Perkembangan peta mulai memperhatikan akurasi dan presisi objek yang digambarkan. Seiring dengan perkembangan zaman ke era-digital, pembuatan peta pun beralih menggunakan berbagai peralatan. Perkembangan awal digitalisasi peta adalah dengan menggunakan bantuan meja digitizer, dimana meja tersebut dikoneksikan pada perangkat lunak pengolahan peta dan perangkat keras komputer. Digitasi dilakukan dengan menggunakan mouse pen dengan hasil digitasi dapat di lihat pada layar monitor komputer. Namun pada saat ini, penggunaan meja digitizer telah banyak ditinggalkan, karena dianggap kurang praktis.
Saat ini lebih banyak pembuatan peta dengan menggunakan on screen digitation yang berbekal layar monitor komputer atau komputer nirkabel dan mouse. Jika dilihat dari segi kepraktisannya, memang digitasi on screen lebih banyak memberikan kemudahan, terlebih meja digitizer tidak dapat di praktis untuk dibawa berpindah-pindah tempat. Namun dari segi ketelitiannya, meja digitizer memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan digitasi pada layar. Pemetaan modern berdasarkan pada kombinasi penginderaan jauh (Remote Sensing) dan pengecekan lapangan (Ground Observation).  Geographic Information Systems (GIS) muncul pada periode 1970-80-an. GIS menggeser paradigma pembuatan peta. Pemetaan secara tradisional (berupa kertas) menuju pemetaan yang menampilkan gambar dan database secara bersamaan dengan menggunakan Informasi geografi. Pada GIS, database, analisa dan tampilan secara fisik dan konseptual dipisahkan dengan penanganan data geografinya. Sistem Informasi Geografis meliputi perangkat keras computer (Hardware), perangkat lunak (Software), data digital, Pengguna, sistem kerja, dan instansi pengumpul data, menyimpan, menganalisa dan menampilkan informasi georeferensi mengenai bumi (Clarke dan Liu, 1994).
Pada saat ini, perkembangan ilmu pemetaan diiringi dengan perkembangan SIG dan Penginderaan Jauh (PJ) sebagai patner yang digunakan dalam pembuatan peta. Pemrosesan SIG dan PJ berkaitan erat dengan pengubahan sumber data spasial menjadi suatu informasi spasial pada peta. Informasi-informasi yang digunakan pada peta saat ini pun lebih kompleks dan terstruktur jika dibandingkan dengan peta-peta pada periode pertengahan atau awal. pengolahan pembuatan peta telah sangat jauh dikembangkan dengan teknologi yang sangat canggih. Pemetaan semakin mudah dibuat dengan bantuan teknik penginderaan jauh (remote sensing). Diantaranya dengan menggunakan sistem satelit modern dan teknik survey, kartografer komtemporer pada saat ini yang dapat mengukur dan memetakan dengan presisi dan konsistensi yang sangat tinggi. Hingga pada akhirnya peta telah menjadi elemen yang  sangat penting untuk sebagian besar bidang usaha manusia (Muller, 1991).

Kesimpulan
Kartografi adalah ilmu, seni, dan teknologi untuk membuat peta. Suatu peta merupakan penggambaran secara grafis atau bentuk skala (perbandingan) dari konsep mengenai bumi. Hal ini berarti bahwa peta merupakan alat untuk menyampaikan informasi mengenai ilmu bumi. Peta merupakan media yang universal untuk komunikasi sehingga dapat mudah dipahami dan dimengerti oleh setiap orang dengan mengabaikan budaya dan bahasa. Dan seiring berkembangnya zaman, peta semakin lama semakin canggih sebagai suatu media komunikasi. Perkembangan ilmu pemetaan diiringi dengan perkembangan SIG dan Penginderaan Jauh (PJ) sebagai patner yang digunakan dalam pembuatan peta. Pemetaan semakin mudah dibuat dengan bantuan teknik penginderaan jauh (remote sensing). Diantaranya dengan menggunakan sistem satelit modern dan teknik survey, kartografer komtemporer pada saat ini yang dapat mengukur dan memetakan dengan presisi dan konsistensi yang sangat tinggi. Di Indonesia, BAKOSURTANAL berperan dalam menyediakan informasi geospasial untuk pengelolaan bencana alam dan pembatasan batas wilayah untuk penataan ruang, pemetaan perbatasan, kehutanan dan pertambangan.


Daftar Pustaka

Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 2005. “Pemetaan Sumberdaya Kelautan”. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 2, Hlm. 1-25, Desember 2005.
Budiman, A. 1989. "Relevansi Kurikulum STM Otomotif dengan Kebutuhan Kemampuan Tenaga Kerja Industri Otomotif. Jurnal Kependidikan. No.2/XIX/Agustus 1989. Yogyakarta: IKIP YOGYAKARTA.
Clarke, A.J. and X. Liu. 1994. Interannual Sea Level In The Northern And Eastern Indian Ocean. Journal of Physical Oceanography., 24:1224–1235.
Lillesand and Kiefer. 1979. “Hydrological And Chlorofluoro-Methane Measurements Of The Indonesian Throughflow Entering The Indian Ocean. Journal of Geophysical. Res., 101(C5):12433-12454.
Muller, J. C. 1991. "The Cartographic Agenda of The 1990s: Updates and Prospects". ITC Journal 1991. Pages 55-62. Enschede, The Netherlands: The International Institute for Aerospace Survey and Earth Sciences.
Rochmadi, S. 1993. “Perkembangan Teknologi Pemetaan Dan Kaitannya Dengan Pendidikan”. Cakrawala Pendidikan Nomor 1, Tahun XII, Februari 1993.
Webster, P. et al. 1998. Monsoons: Processes, Predictability, And The Prospects For Prediction. Journal of Geophysical Research, 103: 14451–14510.

Jumat, 23 September 2016

QUIZ III Pemetaan Sumberdaya Kelautan

Nama : Dianty Siallagan
NPM : E1I014026
Mata Kuliah : Pemetaan Sumberdaya Kelautan
Dosen Pengampu : Yar Johan, S.Pi, M.Si
Prodi : Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu

  1. Skala adalah perbandingan antar kategori di mana masing-masing kategori diberi bobot nilai yang berbeda. Dalam statistika, secara umum terdapat 4 jenis skala yakni skala nominal, ordinal, interval, dan rasio. Skala adalah angka yang menunjukkan perbandingan jarak di peta dengan jarak sebenarnya.
  2. Jenis-jenis skala yaitu:
    • Skala angka. Contohnya : 1 : 500.000, dibaca setiap 1 cm pada peta mewakili 500.000 cm di lapangan.
    • Skala garis. Contohnya 0_2_4_6_8_10 km dan 0_1_2_3_4_5 cm dibaca setiap 1 cm pada peta mewakili 2 km di lapangan. Penyebut kilometer yang terakhir (10 km) dibagi penyebut centimeter yang terakhir (5 km). Jadi, 10 : 5 = 2 km.
    • Skala verbal. Contohnya: 1 inchi = 5 mil. Skala verbal biasanya digunakan oleh orang-orang Amerika dan Eropa.
  3. Dik : Skala pada peta = 1 : 50.000
    Jarak antara Pulau Baai dengan Pulau Tikus pada peta sebesar 2,4 cm
    Dit : Jarak sebenarnya antara Pulau Baai dengan Pulau Tikus?
    Jawab :
    Jarak sebenarnya = Jarak pada peta x skala
    2,4 cm x 50.000 cm = 130.000 cm = 1,3 km.
    Jadi,
    jarak sebenarnya antara Pulau Baai dengan Pulau Tikus adalah sebesar 1,3 km.

Referensihttps://id.wikipedia.org/wiki/Skala_(statistik) 
http://fastrans22.blogspot.co.id/2013/05/skala-pengertian-jenis-skala-peta-dan.html

QUIZ III Perencanaan Wilayah Pesisir Terpadu

Nama : Dianty Siallagan
NPM : E1I014026
Mata Kuliah : Perencanaan Wilayah Pesisir Terpadu
Dosen Pengampu : Yar Johan, S.Pi, M.Si
Prodi : Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu


  1. Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001). Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu. Wilayah Pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, di mana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan provinsi) untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota. Wilayah pesisir diartikan sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan lautan yaitu batas kearah daratan meliputi wilayah-wilayah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air yang masih terpengaruh oleh proses laut seperti pasang surut, angin laut, dan intrusi garam. Sementara batas kearah lautan adalah daerah yang terpengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti sendimentasi dan mengalirnya air tawar kelaut serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan.
  2. Perencanaan  wilayah pesisir terpadu adalah proses yang dinamis yang berjalan secara terus menerus, dalam membuat keputusan-keputusan tentang pemanfaatan, pembangunan dan perlindungan wilayah dan sumberdaya pesisir dan lautan. Bagian penting dalam pengelolaan terpadu adalah perancangan proses kelembagaan untuk mencapai harmonisasi dalam cara yang dapat diterima secara politis (Sain dan Krecth).

    Pengelolaan Pesisir Terpadu (PPT) adalah suatu proses pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan jasa lingkungan yang mengintegrasikan antara kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat, perencanaan horizontal dan vertikal, ekosistem darat dan laut, sains dan manajemen sehingga pengelolaan sumberdaya tersebut berkelanjutan dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. 
    Suatu kegiatan dikatakan keberlanjutan, apabila kegiatan pembangunan secara ekonomis, ekologis dan sosial politik bersifat berkelanjutan. Berkelanjutan secara ekonomi berarti bahwa suatu kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan capital (capital maintenance), dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien. Berkelanjutan secara ekologis mengandung arti, bahwa kegiatan dimaksud harus dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumber daya alam termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity), sehingga diharapkan pemanfaatan sumberdaya dapat berkelanjutan. Sementara itu, berkelanjutan secara sosial politik mensyaratkan bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat (dekratisasi), identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan (Wiyana, 2004).

Referensi
Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001, https://id.wikipedia.org/wiki/Pesisir. Diakses pada tanggal 15 September 2016 pukul 22.09 WIB.
http://seputarpengertian.blogspot.co.id/2016/04/pengertian-definisi-wilayah-pesisir.html. Diakses pada tanggal 15 September 2016 pukul 22.12 WIB
Wiyana, 2004, http://www.terangi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=153:ekosistem. Diakses pada tanggal 23 September 2016 pukul 22.26 WIB.
http://hukum.unsrat.ac.id/men/kepmen_laut_10_02.htm