EISSN : E1I014026
Jurnal Kelautan Vol. 1 No. 1 : 1 - 5
SEJARAH
DAN PERKEMBANGAN ILMU PEMETAAN
Oleh :
Dianty Siallagan1)*) dan Yar Johan1)
1)Prodi Ilmu
Kelautan Fakultas Pertanian UNIB
Abstrak
Teknologi
pemetaan berkembang makin pesat pada akhir abad ke-20 ini.
Perkembangan tersebut
terutama berupa makin
berperannya teknologi elektronika dan informatika. Teknologi pemetaan mutakhir telah menunjukkan berbagai kelebihan dibanding teknologi
konvensional. Pemetaan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh
mempunyai
kemampuan untuk
mengindentifikasi serta melakukan monitoring terhadap perubahan sumberdaya alam
dan lingkungan wilayah pesisir dan laut. Seiring
berkembangnya zaman, peta semakin lama semakin canggih sebagai suatu media
komunikasi. Perkembangan ilmu pemetaan diiringi dengan perkembangan SIG dan Penginderaan Jauh (PJ) sebagai patner yang digunakan dalam
pembuatan peta. Pemetaan semakin mudah dibuat dengan bantuan teknik penginderaan jauh (remote sensing), yakni teknologi yang
mampu melakukan pemantauan dan identifikasi segala macam hal yang ada di
permukaan bumi melalui citra satelit maupun foto udara yang diolah dengan
menggunakan fasilitas Sistem Informasi Geografis (SIG).
Kata kunci : Penginderaan jauh, kartografi, pemetaan, sejarah, perkembangan
pemetaan.
Pendahuluan
Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh
informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena dengan jalan menganalisis data yang
diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah,
atau fenomena yang dikaji. Dengan menggunakan teknologi
penginderaan jauh, yang mempunyai kemampuan untuk
mengindentifikasi serta melakukan monitoring terhadap perubahan sumberdaya alam
dan lingkungan
wilayah pesisir dan laut (Lillesand dan Kiefer, 1979).
Kartografi adalah seni, ilmu dan teknik membuat peta;
melibatkan geodesi, fotogrametri, kompilasi dan reproduksi peta. Pemetaan
adalah ilmu yang mempelajari kerupaan atau penampakan muka bumi dengan
menggunakan alat (tools) dan
menghasilkan informasi secara tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Peta
merupakan penyajian grafis dalam bentuk spasial dan hubungannya dengan
kenampakan permukaan bumi. Peta adalah representasi visual kenampakan permukaan
bumi pada bidang datar melalui sistem proyeksi dalam skala tertentu. Peta
dibuat sebagai wahana bagi penyimpanan dan penyajian data kondisi lingkungan.
Menurut BAKOSURTANAL (2005), peta merupakan sumber informasi bagi para
perencana dan pengambilan keputusan pada tahapan dan tingkatan pembangunan.
Sebagaimana
teknologi di bidang lainnya, teknologi pemetaan
berkembang semakin pesat pada penghujung abad ke-20 ini. Pesatnya perkembangan
teknologi pemetaan terutama pada
peralatan yang digunakan. Perkembangan
peralatan ini
tentu saja diikuti oleh perkembangan metode, walaupun prinsip-prinsip dasarnya masih sarna. Kecenderungan umum yang tampak pada perkembangan teknologi pemetaan adalah bergesernya
peralatan mekanis dan
optis ke peralatan elektronis. Sedangkan
pemakaiannya pun bergeser dari
manual ke otomatis. Perkembangan ini didukung oleh makin besarnya peranan teknologi elektronika dan informatika pada pemetaan, mulai dari pengumpulan data pengolahan, hingga penyajian data dan penyimpanannya. Perkembangan yang lain adalah semakin sedikitnya porsi pekerjaan yang berupa pengamatan langsung di lapangan. Pekerjaan lapangan atau pengukuran
terestris sedikit demi sedikit digantikan oleh pengamatan
data yang direkam dengan tanpa
menyentuh objeknya atau sering disebut
teknologi penginderaan jauh
(remote sensing). Termasuk di dalamnya adalah pemotretan dari stasiun di atas tanah atau fotogrametri terestris, pemotretan
dari pesawat terbang atau fotogrametri
udara dan penginderaan dengan satelit (Rochmadi, 1993).
Sejarah Pemetaan di Dunia
Pemetaan (kartografi) merupakan ilmu dan seni dalam pembuatan peta. Peta
pertama kali dibuat oleh bangsa Babilonia. Pada mulanya, peta tersebut
digambarkan dari batu atau tanah liat berukuran kecil sekitar 2300 SM, yang berguna
sebagai petunjuk arah. Ilmu pemetaan mengalami kemajuan. Ilmu pemetaan di zaman
Yunani Kuno sangat maju pesat. Melalui konsep dari Aristoteles bahwa bumi
berbentuk bola bundar telah dikenal oleh para ahli filsafat (sekitar 350 SM)
dan mendapat kesepakatan dari semua ahli bumi.
Pemetaan di Yunani dan Roma mencapai kejayaannya oleh Ptolemaeus (Ptolemy,
sekitar 85 – 165 M). Peta dunia yang dihasilkannya menggambarkan dunia lama
dengan pembagian Garis Lintang (Latitude) sekitar 60° Lintang Utara (N) sampai
dengan 30° Lintang Selatan (S). Dia menulis sebuah karya besar Guide to
Geography (Geographike Hyphygesis). Dengan meninggalkan karangan yang dijadikan
sebagai acuan ilmu Geografi yang mendunia sejak zaman kebangkitannya (Webster et al, 1998).
Kartografi adalah seni dan ilmu pembuatan peta. Peta tertua yang
diawetkan pada tablet tanah liat Babilonia dari sekitar 2300 SM, kartografi
sudah cukup maju di Yunani Kuno. Konsep Bumi bulat itu terkenal di
kalangan filsuf Yunani pada saat Aristoteles (sekitar tahun 350 SM) dan telah
diterima oleh semua geografer. Di Eropa, periode Renaissance telah membawa
banyak perubahan signifikan yang sangat berpengaruh terhadap pemetaan,
diantaranya: penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenbergpada tahun 1440,
penjelajahan dan penemuan Amerika dan hubungannya dengan Asia mengakibatkan
kepentingan lebih besar untuk melakukan migrasi, pertumbuhan rumah penerbitan
dan percetakan yang menghasilkan peta dapat diakses semua orang dan pertumbuhan
pendidikan untuk umum (Budiman, 1989).
Pemetaan di Indonesia
Kegiatan
survei dan pemetaan setelah kemerdekaan Indonesia dilaksanakan atas dasar Peraturan
Pemerintah Nomor 71
Tahun 1951 tentang Pembentukan Dewan dan Direktorium Pengukuran dan
Penggambaran Peta. Selanjutnya, kegiatan survei dan pemetaan dipertegas lagi
dengan Keputusan Presiden Nomor 263 tanggal 7 September 1965
tentang Pembentukan Dewan Survei dan Pemetaan Nasional (Desurtanal) serta
Komando Survei dan Pemetaan Nasional (Kosurtanal) sebagai pelaksana. Dalam
pembagian tugas Desurtanal tercantum kaitan antara pemetaan dengan
inventerisasi sumber-sumber alam dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
Lingkup tugas Kosurtanal tidak hanya bersifat koordinasi terhadap kegiatan
departemen-departemen yang memerlukan peta, tetapi juga mencakup fungsi
pengelolaan bagi pemetaan.
Data sejarah mencatat kegiatan survei dan pemetaan di negeri kepulauan ini
dilakukan sejak delapan abad lalu. Peta paling awal justru dibuat oleh bangsa
Nusantara sendiri. Menurut tulisan C.J. Zandvliet dari Belanda dalam Jurnal
Holland Horizon tahun 1994, peta administratif pernah dibuat pada masa Raden
Wijaya memerintah Kerajaan Majapahit. Peta itu diserahkan kepada tentara Yuan
yang menaklukkan kerajaan tersebut pada tahun 1292. Dari waktu ke waktu survei
dan pemetaan mengalami kemajuan sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan
dan teknologi. Dalam pengembangan teknologi survei dan pemetaan di Nusantara
ini peran penting bangsa kolonial Belanda yang menjajah selam 3,5 abad memang
tidak dapat dipungkiri. Namun pasca kemerdekaan
bangsa Indonesia, terutama
sejak dibentuknya Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL)
mulai mengambil peran dalam melakukan survei dan pemetaan serta menghasilkan
berbagai jenis peta dan atlas untuk beragam keperluan. Pada 17 Oktober 2009, BAKOSURTANAL
melacak jejak sejarah pengembangan survei dan pemetaan di Nusantara dengan
melihatnya dari berbagai aspek, mulai dari pembentukan organisasi, SDM, dan
teknologi yang digunakan.
Selama empat dasawarsa terakhir kegiatan survei dan pemetaan
yang dilakukan BAKOSURTANAL sangat ditunjang oleh perkembangan Iptek di bidang
informasi geospasial (survei dan pemetaan) yang sangat pesat, mulai dari
pengumpulan, pengolahan hingga penyajian data spasial, baik cetak maupun
digital. Selama empat dasawarsa, terjadi
kemajuan pemetaan di bidang informasi geospasial untuk
penataan ruang, pemetaan perbatasan, kehutanan, dan pertambangan. BAKOSURTANAL
berperan dalam menyediakan informasi geospasial untuk pengelolaan bencana alam dan penegasan batas wilayah antar mereka.
Perkembangan Saat Ini
Peta terus
berkembang pada abad 17, 18 dan 19 secara lebih akurat dan nyata dengan
menggunakan metode-metode yang ilmiah. Banyak negara melakukan pemetaan sebagai
program nasional. Perkembangan peta
mulai memperhatikan akurasi dan presisi objek yang digambarkan. Seiring
dengan perkembangan zaman
ke era-digital, pembuatan peta pun
beralih menggunakan berbagai peralatan. Perkembangan awal digitalisasi peta
adalah dengan menggunakan bantuan meja digitizer, dimana meja tersebut
dikoneksikan pada perangkat lunak pengolahan peta dan perangkat keras komputer.
Digitasi dilakukan dengan menggunakan mouse pen dengan hasil
digitasi dapat di lihat pada layar monitor komputer. Namun pada saat ini,
penggunaan meja digitizer telah banyak ditinggalkan, karena
dianggap kurang praktis.
Saat ini lebih banyak pembuatan peta dengan
menggunakan on screen digitation yang berbekal layar
monitor komputer atau komputer nirkabel dan mouse. Jika dilihat dari
segi kepraktisannya, memang digitasi on screen lebih
banyak memberikan kemudahan, terlebih meja digitizer tidak dapat di
praktis untuk dibawa berpindah-pindah tempat. Namun dari segi ketelitiannya,
meja digitizer memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan
menggunakan digitasi pada layar. Pemetaan modern berdasarkan pada kombinasi penginderaan
jauh (Remote Sensing) dan pengecekan
lapangan (Ground Observation). Geographic Information Systems (GIS) muncul pada periode 1970-80-an. GIS menggeser
paradigma pembuatan peta. Pemetaan secara tradisional (berupa kertas) menuju
pemetaan yang menampilkan gambar dan database secara bersamaan dengan
menggunakan Informasi geografi. Pada GIS, database, analisa dan tampilan secara
fisik dan konseptual dipisahkan dengan penanganan data geografinya. Sistem
Informasi Geografis meliputi perangkat keras computer (Hardware), perangkat
lunak (Software), data digital, Pengguna, sistem kerja, dan instansi pengumpul
data, menyimpan, menganalisa dan menampilkan informasi georeferensi mengenai
bumi (Clarke
dan Liu, 1994).
Pada saat
ini, perkembangan ilmu pemetaan diiringi dengan perkembangan SIG dan Penginderaan Jauh (PJ) sebagai patner yang digunakan dalam
pembuatan peta. Pemrosesan SIG dan PJ berkaitan erat dengan pengubahan sumber
data spasial menjadi suatu informasi spasial pada
peta. Informasi-informasi yang digunakan pada peta saat ini pun lebih
kompleks dan terstruktur jika dibandingkan dengan peta-peta pada periode
pertengahan atau awal. pengolahan pembuatan peta telah sangat
jauh dikembangkan dengan teknologi yang sangat canggih. Pemetaan
semakin mudah dibuat dengan bantuan teknik penginderaan jauh (remote sensing). Diantaranya dengan menggunakan sistem
satelit modern dan teknik survey, kartografer komtemporer pada saat ini yang
dapat mengukur dan memetakan dengan presisi dan konsistensi yang sangat tinggi.
Hingga pada akhirnya peta telah menjadi elemen yang sangat penting untuk
sebagian besar
bidang usaha manusia (Muller, 1991).
Kesimpulan
Kartografi adalah ilmu, seni, dan teknologi untuk membuat
peta. Suatu peta merupakan penggambaran secara
grafis atau bentuk skala (perbandingan) dari konsep mengenai bumi. Hal ini
berarti bahwa peta merupakan alat untuk menyampaikan informasi mengenai ilmu
bumi. Peta merupakan media yang universal untuk komunikasi sehingga dapat mudah
dipahami dan dimengerti oleh setiap orang dengan mengabaikan budaya dan bahasa.
Dan seiring berkembangnya zaman, peta semakin lama semakin canggih sebagai
suatu media komunikasi. Perkembangan ilmu pemetaan diiringi dengan perkembangan SIG dan Penginderaan Jauh (PJ) sebagai patner yang digunakan dalam
pembuatan peta. Pemetaan
semakin mudah dibuat dengan bantuan teknik penginderaan jauh (remote sensing). Diantaranya dengan menggunakan sistem
satelit modern dan teknik survey, kartografer komtemporer pada saat ini yang
dapat mengukur dan memetakan dengan presisi dan konsistensi yang sangat tinggi. Di
Indonesia, BAKOSURTANAL berperan dalam menyediakan informasi geospasial untuk
pengelolaan bencana alam dan pembatasan batas wilayah untuk penataan ruang,
pemetaan perbatasan, kehutanan dan pertambangan.
Daftar Pustaka
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 2005. “Pemetaan Sumberdaya Kelautan”. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 2, Hlm. 1-25, Desember 2005.
Budiman, A. 1989. "Relevansi Kurikulum STM
Otomotif dengan Kebutuhan
Kemampuan Tenaga Kerja Industri Otomotif. Jurnal Kependidikan. No.2/XIX/Agustus 1989. Yogyakarta: IKIP YOGYAKARTA.
Clarke, A.J. and X. Liu. 1994. “Interannual Sea Level In The Northern
And Eastern Indian Ocean”. Journal of
Physical Oceanography., 24:1224–1235.
Lillesand
and Kiefer. 1979. “Hydrological
And Chlorofluoro-Methane Measurements Of The Indonesian Throughflow Entering
The Indian Ocean”. Journal of Geophysical. Res., 101(C5):12433-12454.
Muller, J. C. 1991. "The Cartographic Agenda
of The 1990s: Updates and
Prospects". ITC Journal 1991. Pages 55-62. Enschede, The Netherlands:
The International Institute
for Aerospace Survey and Earth Sciences.
Rochmadi,
S. 1993. “Perkembangan Teknologi Pemetaan Dan Kaitannya Dengan Pendidikan”. Cakrawala
Pendidikan Nomor 1, Tahun XII, Februari 1993.
Webster, P. et al. 1998. “Monsoons: Processes, Predictability,
And The Prospects For Prediction”. Journal of Geophysical Research, 103: 14451–14510.