Senin, 19 Oktober 2015

TUGAS BAHASA INDONESIA - PADUAN PARAGRAF DARI JURNAL-JURNAL



NAMA                       :           DIANTY SIALLAGAN
NPM                           :           E1I014026
PRODI                       :           ILMU KELAUTAN
MATA KULIAH      :           BAHASA INDONESIA
DOSEN                      :         Drs. BAMBANG DJUNAIDI, M.Hum.


KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP di KEPULAUAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

            Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang atau polip yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Terumbu karang terdiri dari dua kata yaitu terumbu dan karang. Terumbu adalah endapan masif batu kapur terutama kalsium karbonat (CaCO3), sedangkan karang adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum coelenterata (hewan berongga) atau cnidaria yang mampu mensekresi CaCO3. Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem pantai yang khas di daerah tropis dan mempunyai produktivitas primer serta keragaman biota yang tinggi. Diperkirakan produktivitas primer di ekosistem terumbu karang mencapai 3000–5000 gC/m2/tahun (Nontji, 1993), sehingga menjadikannya sebagai tempat spawning ground, feeding ground dan nursery ground bagi berbagai biota laut (Supriharyono, 2000). Luas terumbu karang Indonesia diperkirakan berkisar 85.700 km2 atau sekitar 14% dari total penutupan dunia. Namun demikian, sekitar 60–70% telah mengalami kerusakan yang sangat serius dan hanya 5% saja yang masih dalam kondisi baik (Birkeland,1997; Tomascik, et al.,1997). Karang memerlukan kualitas perairan yang sangat bersih pada ekosistem pesisir tempat ia berada dan akan kesulitan jika terjadi sebaliknya. Salah satu aspek krusial dari kualitas air adalah konsentrasi nutrien di dalam perairan. Nutrien adalah elemen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan semua makhluk hidup dan bila mereka tidak tersedia dengan cukup, maka organisme tidak akan mampu untuk tumbuh dengan baik. Terumbu karang adalah ekosistem yang memerlukan nutrien lingkungan dengan konsetrasi rendah. Kondisi nutrien yang kaya di perairan akan membahayakan karang karena kekuatan kompetisinya dalam memanfaatkan ruang yang diperkirakan lebih lemah dibandingkan dengan perkembangan makroalgae. Selain itu, peningkatan suhu bumi juga merupakan ancaman yang cukup berbahaya bagi terumbu karang. Belakangan ini diperkirakan hampir 25% dari kehidupan di ekosistem terumbu karang telah mati, antara lain akibat dari peningkatan suhu yang mencapai sebesar 4οC (Anonim, 2012).

DAFTAR RUJUKAN

Aulia, Khairunisa N. 2012. Kondisi Perairan Terumbu Karang Dengan Foraminifera Bentik         sebagai Bioindikator Berdasarkan Foram Index di Kepulauan Banggai, Provinsi     Sulawesi Tengah. (Online), http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt42/jurnal/016_    KONDISI%20PERAIRAN%20TERUMBU%20KARANG%20DENGAN%20FORA        MINIFERA%20BENTIK.pdf, diakses pada             tanggal 19 Mei 2015, pukul 20:27 WIB).
Damayanti, Reina. 2012. Pemetaan Terumbu Karang di Perairan Pulau Tabuhan Kab.     Banyuwangi Menggunakan Citra Satelit Quickbird. (Online), (http://pertanian.     trunojoyo.ac.id/semnas/wwp-content/uploads/pemetaan-terumbu-karang-di-perairan-        pulau-tabuhan-kab.-banyuwangi-menggunakan-citra-satelit-quickbird.pdf, diakses pada tanggal 19 Mei 2015, pukul 20:10 WIB).
Mulya, Miswar Budi. 2006. Kondisi Terumbu Karang Hidup Berdasarkan Persen Tutupand         di Pulau Karang Provinsi Sumatera Utara Dan Hubungannya Dengan Kualitas        Perairan. (Online), (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15489/1/kpm-        jun2006-%20% 281%29.pdf, diakses pada tanggal 19 Mei 2015, pukul 19:53 WIB).
Ruswahyuni dan Pujiono Wahyu Purnomo. 2009. Analisis Terumbu Karang. (Online),             (http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/14_Ruswahyuni_rev.pdf, diakses pada    tanggal 19 Mei 2015, pukul 20:01 WIB).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar